Sengketa Manusia dan Hukum, “Menyibak Kasus Prostitusi Online

Artikel199 Dilihat

Sengketa Manusia dan Hukum, “Menyibak Kasus Prostitusi Online

Oleh : Siti Zulaeka
(Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Peradaban Bumiayu)

Berbicara tentang manusia tentu tidak akan melangkah jauh dengan namanya sang pencipta. Manusia dengan berbagai hal yang dimilikinya mampu disebut dengan sempurna. Manusia merupakan makhluk hidup yang setiap tingkah lakunya menggunakan akal dan nafsu berbeda dengan hewan yang tidak memiliki akal dan nafsu. Dalam hal ini tentu manusia memiliki penglihatan dan indera-indera lainnya, itu juga adanya hukum kausalitas antara manusia dengan penciptanya. Logikanya, mereka yang disebut manusia karena atas kesepakatan bahwa mereka pantas disebut manusia itu logika dari bahasa, karena dinamakan bahasa tentu adanya sebuah kesepakatan.

Dalam ilmu Mantiq “al insanu hayawanu natiq” manusia adalah hewan yang berfikir. Dari serapan ilmu Mantiq tersebut seharusnya kita mengetahui siapa diri kita sebenarnya, sehingga hanya akal pikiran saja yang membedakannya. Berarti ada sebuah hal tersirat pada diri manusia yang memilki kesamaan dengan hewan. Apakah sebuah moral kita ataukah sebuah segala hal yang dilakukan kita? Tentu menjadi sebuah perenungan bagi kita semua, bahwa ada hal yang harus diketahui dari manusia itu sendiri. Selain itu pula bahwa Undang-Undang memberikan sebuah Hak untuk manusia, namun Undang-Undang juga memberikan sebuah ketidakbebasan kepada manusia. Sepertinya ada sebuah kejanggalan pada diri manusia itu sendiri.

Membaca keadaan yang sekarang sedang terjadi merupakan sebuah awal yang begitu kurang baik di tahun 2019. Pasalnya keadaan tersebut bukan hanya terdengar ataupun terjadi satu kali, namun berulang kali dengan hal-hal yang sama persisnya. Kasus yang sekarang terjadi sebuah tindakan amoral atau asusila dengan lewat media sosial atau online, dan kasus tersebut bukan hanya di tahun 2019 namun pernah terjadi juga ditahun sebelumnya. Kasus tersebut tentu bukan hal lumrah, nyatanya polisi ikut andil dalam kasus tersebut, jika bicaranya tentang Hak Asasi Manusia tentu pelaku kasus tersebut memiliki sebuah kebebasan atas dirinya melakukan apapun yang dirasa senang ataupun tidak mengalami tindak kejahatan kepada dirinya. Jika perspektif Islam tentu pelaku kasus tersebut melanggar norma-norma agama yaitu berzina. Jika dilihat dari perspektif hukum tentu kasus tersebut harus sudah ada didalam UUD dan dipublikasikan agar masyarakat tertentu paham dengan setiap kejadian tersebut.

Indonesia merupakan negara hukum. Namun, hukum disini bukan menerapkan hukum Islam. Sebenarnya ada yang perlu diperbaiki dari negara tercinta ini, sebuah objek atas setiap pandangan manusia. Keadilan atas segala tindakan dan hal transparasi atas segala pekerjaan yang telah terjadi. Dalam lingkup manusia tindakan tersebut merupakan tindakan memberikan sebuah keuntungan untuk dirinya, jika bicaranya tentang finansial. Namun ketika bicaranya tentang asusila itu adalah sebuah tindakan keji ataupun kotor karena berhubungan dengan lawan jenis meski merasakan kepuasan tersendiri bagi manusia tersebut.

Tindakan pidana yang akan dilakukan oleh kuasa hukum tentu harus memiliki sebuah pedoman atas pelanggaran tersebut. Tumpang tindih hal tersebut merupakan sebuah teka-teki sendiri untuk penikmat berita, pasalnya Hotman Paris pengacara mengatakan bahwa dalam Undang-undang tidak ada pidana terkait hal tersebut, yang ada terkait perdagangan manusia yang diatur nomor 21 tahun 2007 dan salah satu unsurnya yaitu bahwa korban atau si wanita tersebut harus tereksploitasi, sedangkan si wanita tersebut malah merasakan memiliki sebuah keuntungan tersendiri. Hukum bukanlah sebuah permainan yang sesekali dipakai untuk kepentingan saja, namun hukum itu sebuah landasan ataupun sebuah aturan dimana manusia itu sudah mengetahui dari hukum tersebut.

Manusia memang hidup tak terlepas dari sebuah hukum atau aturan. Bahkan nabi Adam A.S telah diberi tahu oleh Allah untuk tidak makan buah quldi namun kenyataannya beliau memakan akhirnya Allah memberikan sebuah sanksi atas pelanggarannya tersebut, begitu kisah singkatnya. Manusia sejak lahir pun sudah memiliki sebuah aturan tersendiri, tanpa ada embel-embel dari negara ataupun yang lainnya. Namun hukum itu seolah dibuat atau di tekankan ketika manusia sudah berbuat, maksudnya ketika manusia itu berulah baru ada hukum terkait dengan ulah tersebut. Sebenarnya menjadi manusia dengan berbagai hal yang dimilikinya, cukup memanusiakan manusia itu adalah sebuah tindakan bahwa kita tidak akan melanggar hukum. Arti dari memanusiakan manusia itu sangatlah penting karena tidak semua manusia memiliki sebuah akal untuk melakukan hal tersebut. Dengan kasus demikian tentu para pembaca mampu menilik bukan hanya dari satu sudut saja, karena kejahatan terkadang datang pada berbagai sudut begitupula kebaikan karena itu adalah sebagian dari memanusiakan manusia, tidak langsung mengkonsumsi tanpa dipilah dan dipilih terlebih dahulu.

Editor : Abu Bakar Sidik

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.