Rumpun Semende Dikukuhkan ke Dalam Adat Sekala Brak

Artikel, Lampung236 Dilihat

 

Sejumlah pendekar dan pemberani sebagai perwakilan dari rumpun semende yang ada di Tanggamus khususnya Kecamatan Pulau Panggung mempertunjukkan keahliannya dalam kesenian silat Kuntau, diantaranya yang dikenal dengan jurus Pisau Due dan juga Cabang. Kuntau menjadi salah satu andalan seni beladiri yang terus dilestarikan oleh masyarakat semende dimanapun berada.

 

Setelah melakukan atraksi, para pendekar dan pemberani yang memang sudah sejak lama membangun komunikasi dan silaturahmi terhadap Sultan Sekala Brak Yang Dipertuan ke-XXIII YM SPDB Pangeran Edward Syah Pernong, pada hari Jum’at, 29 Desember 2017 kemarin secara resmi diangkat saudara sekaligus dimasukkan kedalam struktur adat Sekala Brak Kepaksian Pernong, sehingga keberadaan Rumpun Semende di tanah Lampung adalah merupakan bagian tak terpisahkan dari adat Sekala Brak Lampung. Rumpun Semende yang juga dikenal dengan nama HIKAS ( Himpunan Kebudayaan Semende ) masuk dalam adat Sekala Brak yang berkedudukan sebagai Ketumenggungan Rumpun Semende Kepaksian Pernong Kerajaan Adat Paksi Pak Sekala Brak, pengukuhan disaksikan oleh Bupati Tanggamus beserta pejabat dan para sai batin tokoh adat yang ada di Kabupaten Tanggamus.

Menurut Agus Salim salah satu pendekar kuntau dari Pulau Panggung, mereka merasa bahagia atas pengukuhan ini, sehingga kedepannya dapat saling mengangkat dan melestarikan adat istiadat semende dan Lampung pada umumnya, “dengan semboyan kami Seganti Setungguan, tentu kami akan setia pada adat istiadat, bekerja sama bahu membahu mengangkat nama baik Jelma Lampung“, tegas Agus. Bagi masyarakat semende yang berada di Provinsi Lampung kata semende sendiri semakna dengan kata semanda didalam bahasa Lampung, yang bermakna ikut, saat penyebarannya mengikuti aliran air, yang dikenal dengan sungai batang ari sembilan, disanalah masyarakat semende tersebar kesegala penjuru mengikuti aliran air, yang dalam bahasa lampung disebut Semanda Way.

Seiring perjalanan waktu, kesatuan –kesatuan adat semende berkembang biak dan menyebar ke berbagai wilayah di Sumatera Selatan, Bengkulu dan juga Lampung. Johan Sahlimin selaku Tumenggung Rumpun Semende sekaligus Ketua Hikas yang menerangkan bahwa Masyarakat adat semende yang telah lama menyebar di provinsi Lampung menjadi bagian tak terpisahkan dari Ulun Lampung yang bersuku semende, dalam interaksinya masih kuat memegang teguh tata karma dan bahasa semende begitu juga dalam kegiatan seni budaya, diantaranya pencak silat, tari tarian dan musik tradisional khas semende.

“Kami ini Ulun Lampung, Jelma Lampung yang bersuku semende, dibawah naungan Paduka Yang Mulia Pangeran Edward Syah Pernong kami bersama-sama mempertahankan adat istiadat leluhur”, pungkas Johan sesaat setelah pengukuhan dirinya selaku Tumenggung bagi rumpun semende. Jika ditilik dari awal penyebarannya, saat pertama kali dibukanya way tenong di Sekala Brak, rombongan rumpun semende hulu danau datang ke way tenong, pemimpin rombongan tersebut memiliki anak wanita tertua yang kemudian diperistri oleh Dalom Haji Habuburrahman Sultan Pangeran Sampurna Jaya Dalom Permata Intan, tetapi sebagai wanita tertua didalam keluarganya, Istri Pangeran Habiburahman itu tetap tinggal di Way Tenong memegang adat “tumbuh tubang”. Seiring berjalannya waktu selama ratusan tahun rombongan Rumpun Semende di Way Tenong beranak pinak, menurunkan banyak keturunan, dan kemudian sebagian rombongan dari Way Tenong ini hijrah kedaerah Semaka kemudian ada pula yang sampai ke Pulang Panggung Tanggamus.

Jadi sebetulnya Rumpun Semende ini memang memiliki kaitan sejarah yang erat dengan Kepaksian Pernong, dan saat ini hubungan itu dieratkan kembali, melanjutkan semangat persaudaraan dan persatuan. Masyarakat semende tetap menghormati tatanan yang ada didalam adat istiadat Lampung, HIKAS sebagai Ketumenggungan Rumpun Semende yang bernaung dibawah payung kebesaran Kerajaan Sekala Brak, satu-satunya kerajaan yang tetap lestari dengan menjaga tata titi adat istiadatnya, mempertahankan kesetiaan masyarakat terhadap zuriat keturunan raja-rajanya, meneruskan seluruh keberadaan perangkat adatnya yang telah tersebar diberbagai penjuru tanah Lampung hingga saat ini. (NOVAN SALIWA)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.