Pengadaan Buku Bermasalah, Ombudsman Malut Gelar Diseminasi Hasil Rapit Assassment

Maluku Utara50 Dilihat
Pelaksanaan Kegiatan Diseminasi Hasil Rapid Assassment

Ternate, medianasional.id – Ombudsman Malut menggelar Diseminasi Hasil Rapid Assassment yang bertajuk dengan tema Efektifitas pengadaan buku tes utama melalui dana bantuan operasional sekolah (Bos) pada satuan pendidikan dasar di Kota Ternate dan Kota Tidore Kepulauan bertempat di Meting Room Batik Hotel Ternate, Rabu (26/6/2019).

Kegiatan tersebut, sebagai narasumber Ketua dewan Pendidikan Kota Ternate asgar saleh, Kepala Ombudsman Mallut Sofyan Ali yang dimoderatori oleh Nurul fajri husen dan di hadiri oleh Kepala Sekolah SD dan SMP Se-Kota Ternate dan Kota Tidore Kepulauan.

Dari penjabarannya, Ombudsman mengungkapkan tentang temuan-temuan dari hasil observasi yang dilakukan pada periode Mei-Juni 2019 di Ternate dan Tidore antara lain, masih ada orang tua siswa yang mengeluhkan terkait dengan pembelian buku tema maupun buku mata pelajaran (teks utama) yaitu sebagai pegangan siswa di rumah.

Hal ini dikarenakan masih ada beberapa sekolah yang tidak mengijinkan siswanya untuk membawa pulang buku teks utama ke rumah dengan alasan rasio jumlah buku dan siswa, adapun alasan lain dikarenakan buku teks utama yang sering hilang dan rusak, sehingga siswa tidak diperkenankan untuk membawa pulang

” 20% Dana BOS yang digunakan untuk pembelian buku sudah tidak ada lagi pembebanan kepada siswa maupun orang tua siswa terkait pembiayaan pembelian buku, sebagaimana yang dijelaskan dalam Permendikbud Nomor 1 Tahun 2018 dan Permendikbud Nomor 3 Tahun 2019 tentang Petunjuk Teknis Dana BOS, 20% alokasi Dana BOS untuk pembelian buku adalah salah satu wujud pendidikan bebas biaya untuk satuan pendidikan dasar wajib belajar 9 tahun.” Kata Ketua Penanggungjawab kegiatan Muhammad Iradat selaku Asisten Ombudsman.

Selain itu, Ombudsman juga menemukan bawasanya masih ada praktek penjualan buku Lembar Kerja Siswa (LKS) yang dilakukan di beberapa sekolah yang sifatnya diwajibkan kepada siswa berdasarkan temuan wawancara dengan beberapa siswa bahwa jika tidak memiliki LKS, maka sanksinya adalah tidak diikut sertakan pada proses belajar mengajar oleh guru tertentu.

Sementara, Ketua dewan Pendidikan Kota Ternate asgar saleh menuturkan dari alokasi dana bos misalnya untuk SD persiswa Rp 800.000 pertahun kalau 20% berarti hanya Rp 160.000 dari Dana Bos untuk digunakan membeli buku.

Lanjut dia, dari sisi harga kalau di bagi 10 tidak logisnya 1 buku dengan harga Rp 16.000 sehingga menjadi masalah. Sementara dari sisi pengadaan harus melalui lelang onlain yang membutuhkan waktu lama sampai ke sekolah dan banyak hal yang membuat guru tidak lagi fokus pada upaya peningkatan kompetensi dasar siswa maupun diri dalam mengajar.

Menurutnya, seharusnya kita berpikir buku ini ada, tetapi dengan buku juga akan diminta pertanggungjawaban karena di ketentuan permendikbud di sebutkan buku menjadi aset artinya kita bisa membeli buku dengan alokasi 20 persen dan di jadikan aset bahkan tiap tahun dilaksanakan audit oleh BPK. misalnya hilang atau rusak akan menjadi masalah serius untuk pihak sekolah.

“Hal ini yang membuat isu pengadaan buku setiap tahun selalu ada masalah. Mengapa kememdikbuk tidak mengadakan buku secara nasional kembali lagi pada kebiasaan sebelumnya bahwa kemendikbud dalam pengadaan buku secara nasional sehingga beban sekola tidak seribet sekarang,” Pintanya.

“Efektifitas pengelolahan dana bos dalam hal pengadaan buku teks utama ini, dilakukan berdasarkan keresahan-keresahan yang di dapatkan ombudsman dalam pendidikan baik itu SD SMP maupun tingkat SMA dan SMK. Sementara di satu sisi pemerintah telah menyediakan anggara untuk pengadaan buku di sekolah sekolah melalui dana Bos,” kata kepala Ombusman Maluku Utara Sofyan Ali.

Dijelaskan sofyan, alokasi dana bos yang diberikan kepada persiswa SD sebanyak Rp 800.000, SMP Rp 1.000.000 dan SMA 1.200.000 dan 1.400.000 pertahun. Sementara proses pengadaannya masi banyak menimbulkan permasalahan sehingga kita melakukan rapid assassmen untuk mengungkap sebenarnya problem apa yang di hadapi pihak sekolah.

Lanjut dia, awalnya pihaknya melakukan wawancara dengan siswa, orang tua siswa kemudian para guru dan kepala sekolah serta dinas pendidikan tentang masalah tersebut yang masi saja terjadi. Kemudian terungkap banyak promblem tentang pengadaan buku itu sendiri di sekolah-sekolah sehingga ini menjadi bahan kita untuk rekomendasi kepada pihak terkait agar melakukan perbaikan baik dari tingkat regulasinya maupun dalam bentuk tehknis di tingkat lapangan sehingga dapat memastikan proses pengadaan buku ini, dan tidak lagi menimbulkan problem tetapi membantu proses belajar mengajar di setiap sekolah di Malut.

Berdasarkan kajian pihak ombusman dan siswa, orang tua serta dinas terkaid ternyata pengadaan buku melalui dana bos yang dialokasikan sebanyak 20 persen pertahun sangatlah tidak mencukupi untuk siswa 20 persen, karena siswa hanya mendapatkan 160 ribu pertahun kalau SMP 200 ribu pertahun untuk pengadaan buku.

Hal tersebut tentunya masih sangat jauh dari kebutuhan proses pendidikan itu sendiri. sementara disisi lain siswa dihadapkan dengan ketentuan bahwa pendidikan dasar SD, SMP wajib belajar secara nasional, maka tidak ada lagi pungutan sehingga pemerintah berkewajiban untuk menyediakan semua sarana dan fasilitas pendukung proses belajar mengajar wajib belajar.

Menurut sofyan, ini sudah menjadi delema sehingga kebijakan pengadaan buku harus dijadikan kebijakan sendiri diluar dari skema penganggaran dana bos, sehingga tidak menjadi masalah meski pada prinsipnya anggaran bos ini masi sangat tidak mencukupi pengadaan buku, untuk itu perlu ada perubahan kebijakan untuk meningkatkan anggaran pengadaan buku disetiap sekolah.

Sofyan juga menegaskan bahwa tidak ada lagi penjualan buku Lembar Kerja Siswa, Karena Lembar Kerja Siswa adalah kewajiban guru untuk menyusunnya, bukan dibebankan ke siswa untuk dibeli.

Diskusi ini dilaksanakan pada prinsipnya untuk menilai seberapa efektif pengadaan buku teks utama melalui 20% anggaran dana BOS yang telah dilakukan oleh sekolah yang nantinya hasil dari Diskusi tersebut akan dideseminasikan sebagai bahan evaluasi baik Pemerintah Daerah yaitu Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, serta para Kepala Sekolah SD dan SMP baik di Kota Ternate dan Kota Tidore Kepulauan, Provinsi Maluku utara.

Safrin

 

Posting Terkait

ADVERTISEMENT
Konten berikut adalah iklan platform MGID, medianasional.id tidak terkait dengan isi konten.

Jangan Lewatkan

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.