Pembangunan Jalan Bengkulu Utara – Mukomuko Diduga Sarat Korupsi

Bengkulu158 Dilihat
Material bercampur tanah Base A dan Base B.

 

Bengkulu, redaksimedinas.com – Pembangunan jalan Negara dari kecamatan Putri Hijau kabupaten Bengkulu Utara – ke kecamatan Ipuh kabupaten Mukomuko yang dilaksanakan PT Yasa Persada dengan nilai kontrak Rp 160 milyar lebih, diduga menjadi ladang korupsi.

 

Menurut aktifis Sumatern Corruption Watch Bengkulu Utara Azharman, diduga sarat dengan unsur korupsi. Pasalnya kata Azhar, Senin (18/12/2017), base costnya tidak masuk dalam kategori standarisasi untuk pembuatan jalan Negara. Berdasarkan pantauannya sample material yang diambil aktifis tersebut pada pengamparan di lapangan, jauh dari kualitas standar.
“Material yang diampar di lapangan baik pada jenis seleckted, base B, base A, sangat tidak layak dilakukan. Soalnya base B dan base A nya bercampur sama tanah. Demikian pula pada material jenis selected over dosis telah diblending fominam bercampur sama tanah merah. Lagi- lagi nampak pada di jalan seperti tidak melalui proses penyarigan (Pengayakan), fakta tidak terbantahkan item seleckted tidak boleh bercampur tanah, kalau tercampur pasir sungai, itu secara otomatis. Sementara pada item pengerjaan base B dan base A, kadar komposisi material splite atau batu pecah serta abu batunya kurang, diperkirakan hanya 20 persen saja abu batu materialnya, alias tidak tergolong pada katogori untuk pembangunan pengaspalan suatu jalan Negara”, teranganya.

 

Lanjutnya, “pekerjaan seperi itu, kalau yang terjadi demikian patut diduga sarang korupsi, pekerjaan itu meragukan pembangunan yang dilaksanakan PT Yasa Persada tersebut, atas kualitas uji fisiknya”, ujar Azhar ketika jumpa pers dengan Medinas di Bengkulu Utara.

Sementara pengerjaan drainase, samping kiri – kanan jalan Negara, sebagai faktor pedukung pertahanan jalan tersebut, agar tahan lama, ada pula kejanggalan lain yang dikerjakan. Pekerjaan drainase atau siring pada kiri – kanan jalan itu telah ada yang mengalami kerusakan fatal, roboh dan longsor meskipun belum lama dibangun.

 

“Saya dari SCW meragukan mutu betonnya yang tidak termasuk dalam standarisasi, ini tidak becus dalam pembangunannya. Ini fakta bukannya menuduh, kalau tata cara pengerjaanya demiakian itu, siapa yang telah menggerogoti dana APBN untuk jalan itu, wajib diseret ke tipikor (tindak pidana korupsi), harus bertanggungjawab. Pihaknya dalam waktu dekat akan demo di depan KPK dan istana untuk usut kasus dugaan mega proyek di Putri Hijau ini. Ini menurut Azhar, disinyalir atau terkesan ada niat ingin memperoleh dan meraup keuntungan besar. Kalau demikian ini dugaan kuat ladang korupsi”, tegasnya.

 

“Sementara itu ironisnya lagi SCW memantau ada semacam unsur kesengajaan, yakni pada lubang galian kiri-kanan jalan itu, segaja dilakukan pengurukan dengan menggunakan tanah merah. Itu jelas-jelas menyalahi aturan main dan menyalahi spesifikasi. Harusnya material jenis selected yang digunakan, telah melalui proses penyaringan atau pengayakan, dan juga size batu bulatnya, tidak boleh ada yang di atas diameter 5 x 7 cm. Ini di urug menggunakan tanah merah, jelas penyimpangan itu. Saya tidak ada kepenting deng pihak PT itu, akan tetapi saya mengkritik demi kemajuan pembangunan serta kualitas mutu pembangunan di daerah ini supaya terjamin, itu yang saya inginkan”, tutur pelaksana Harian SCW Bengkulu Azharman.

Fakta lain, disambangi ke base camp Stoone Cluseer dan APM PT Yasa Pesada yang bertempat di desa Sebelat kecamatan Putrin Hijau kabupaten Bengkulu Utara, Senin (18/12/2017) sekitar pukul 17.04 wib dengan maksud meminta konfirmasi dari Kepala Proyek (Kapro) pembangunan jalan Negara dana ABN-RI tersebut, sayangnya Kapro Gultom Kari duluan lewat pintu depan takut dimintai pertanggungjawaban dan pertanyaan dari SCW.

 

“Yang bersangkutan sedang tidak berada di tempat”, kata satpam di lokasi produksi material.

 

Lain lagi, pada saat wartawan akan mengambil dokumentasi foto material yang ada di base camp itu, tiba-tiba mendapatkan pelarangan dan pengusiran security yang bertugas sewaktu itu. Dirinya mengungkapkan semua itu, berdasarkan perintah dari atasanya. Jika tidak ada izin dari Gultom, wartawan yang ingin mengambil dokumen berupa gambar supaya dilarang dan diusir saja.

“Kami hanya menjalankan perintah dari bos kami. Kalau ada wartawan yang mau ngabil foto tidak diperbolehkan. Kami hanya menjalankan tugas dan kewajiban kami sebagai pekerja”, pungkas dua orang satpam tersebut.

Sekedar mengingat, bukannya wartawan sebagai kontrol sosial berhak mengambil dokumen foto, record, dokumen tertulis, lisan, dan lain-lain. Dan barangsiapa yang meghambat tugas jurnalistik dapat dikenakan sanksi hukuman pidana 2 tahun penjara dan denda maksimal Rp 500 juta (Bab VIII pasal 18 UU No.40 tahun 1999). (purwasi)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.