OPINI : “Antara Rakata, Lampost, dan KPU”

Galeri189 Dilihat

Oleh : Eko Kuswanto (Rakata Institute)

Seorang jurnalis Lampung Post mengirim pesan melalui WhatsApp dan menanyakan apa tanggapan Rakata atas pernyataan Ketua KPU Lampung bahwa jika tidak hadir sidang Dewan Etik dua kali berturut-turut maka mereka akan mengambil keputusan. Berikut tanggapan saya.

Febi Herumanika yang baik, ini kejadian pertama kali di Indonesia bahwa KPU membentuk dewan etik hanya untuk menyidang sebuah hasil survei. Kita tak seharusnya membanggakan hal ini tapi sebaliknya harus berpikir lebih dalam jangan-jangan memang KPU Lampung tak memahami aturan-aturan yang ada.

Survei prapemilihan itu beda dengan hitung cepat atau quick count. Hasil survei bersifat dinamis dan fluktuatif, sedangkan hasil hitung cepat bersifat statis dan final.

Hasil survei belum bisa dibandingkan dengan data siapa pun (kecuali KPU punya data juga) bahkan dari lembaga asal Jakarta sekalipun. Selama 10 tahun Rakata berdiri sering menemukan hasil survei dari lembaga asal ibukota pun berbeda dengan hasil survei Rakata dan jika kelak dibandingkan hasil akhir pemilihan sering lebih tepat prediksi Rakata. Namun, kami tak berbangga atas hal ini. Biasa saja, karena hasil survei lembaga mana pun masih bersifat bukan final dan bisa terus berubah. Ingat, ini baru sebatas hasil survei. Baru sebatas prediksi.

Mama Lauren pun kalau masih hidup sah-sah saja memprediksi/meramal Pilgub Lampung. Gurita sekalipun boleh kok sesekali menduga hasil akhir pilkada, tak melulu prediksi pertandingan sepakbola. Apalagi rilis Rakata yang tentunya sudah melalui kajian ilmiah dan penerapan prosedur kerja yang ketat dan teruji selama 10 tahun ini. Tak perlu terlalu baper atas sebuah hasil survei. Seperti di banyak tempat (Jabar Jateng Jatim yang akan adakan pilgub juga) telah berseliweran hasil survei dari berbagai lembaga (yang juga masih belum mendaftar ke KPU karena _deadline_ pendaftaran masih cukup lama), di sana tak ada yang perlu kebakaran jenggot. Kalau punya data yang lebih baru ya lawanlah dengan data, bukan justru ‘menyerang’ lembaga/personalnya.

Hanya hasil hitung cepat yang bisa dibandingkan dengan hasil rekap pleno KPU, sehingga jika sebuah lembaga merilis hasil hitung cepat berbeda dengan rekap KPU maka inilah yang bisa dinilai dan dievaluasi. Itu pun belum tentu lembaga surveinya yang salah, di beberapa pemilihan bahkan hasil yang berbeda ini bisa jadi evaluasi bagi penyelenggara apakah mereka jujur dan adil dalam bekerja. Nah dari titik inilah sebuah Dewan Etik bisa dibentuk untuk mengevaluasi lembaga survei yang hasil hitung cepatnya meleset dan berbeda dari hasil akhir KPU. Itu pun jika lembaga survei tersebut tak memiliki asosiasi, jika punya maka kembalikan ke asosiasi yang akan mengevaluasinya.

Jadi pembentukan Dewan Etik saat ini masih sangat prematur dan relatif belum perlu serta menghamburkan dana negara untuk hal yang tidak penting. Jika ada 10 lembaga survei merilis hasilnya dan selalu ada komplain lalu KPU tak memilah laporan masyarakat yang masuk maka akan habis energi KPU hanya untuk mengurusi hal ini. Sekali lagi, ini baru sebatas hasil survei lho.

Pembentukan Dewan Etik yang prematur tentu akan menghasilkan keputusan yang bisa berakibat fatal. Ini preseden buruk yang akan mematikan pegiat riset dan keilmuan, serta menutup celah partisipasi masyarakat dalam pengawalan proses demokrasi. Semoga tidak terjadi di wilayah lainnya di Indonesia. Tentu akan menjadi sorotan bagi KPU-KPU se-Indonesia dan juga DKPP RI.

Rakata bisa saja ‘dibunuh’ oleh KPU Lampung. Lalu siapa pihak paling akan dirugikan dalam ‘pembunuhan berencana’ ini? Rakyat. Ya, seluruh masyarakat Lampung yang selama ini selalu menantikan data pembanding dari Rakata atas sebuah proses pemilihan. Rakata memiliki _track record_ 100% Quick Count tak pernah meleset dan sejak 2008 selalu menjadi mitra KPUD baik provinsi maupun kabupaten/kota di Lampung, maupun di luar Lampung.

Pertanyaannya: siapakah yang bisa mengontrol penyelenggara dan menjamin mereka bekerja dengan independen dan tidak curang? Ya, lembaga survei/hitung cepat menjadi salah satu yang bisa diandalkan dan teruji selama ini. Jika penyelenggara ingin ‘memberangus’ Rakata maka bisa jadi indikasi kuat bahwa mereka tak siap dikawal dalam penyelenggaraan pemilihan yang jujur dan adil.

*Salam Lampung Damai*

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.