Mencari Keadilan, Kenapa Lebih 20 Tahun Menempati, Kami Dieksekusi PT. KAI

Pekalongan83 Dilihat

Kajen, medianasional.id
Eksekusi lahan bangunan Rumah Makan Mbok Berek yang diklaim milik PT. Kereta Api Indonesia, yang dilaksanakan pada hari senin 2 Desember, hingga kini masih nampak dilokasi alat berat yang digunakan untuk merobohkan bangunan Rumah Makan Mbok Berek. Rabu, 4 Nopember 2019.

Kendati pembongkaran disampaikan sebagai langkah penertiban, namum cara – cara yang dilakukan dirasakan sangat janggal dan tidak berprikemausiaan. Nampak terlihat bangunan Rumah Makan Mbok Berek hancur, lantah.

Apalagi kedua pihak, baik PT. KAI maupun Ibu Neneng pemilik Rumah Makan Mbok Berek sama – sama tidak dapat membuktikan keabsahan kepemilikan tanah dalam wujud sertifikat. Dengan langkah penertiban maupun eksekusi pihak PT. KAI artinya telah berbuat sewena – wena, seketika adanya klaim kepemilikan tanah tersebut.

Bahkan pembokaranpun dirasakan timpang, tidak mencerminkan tata cara prosedur yang baik, tanpa mengindahkan permintaan pemilik bangunan. Siisi ruangan lulu lantah tanpa ada sisa. Yang dapat dijual hanya genting kepihak kedua, tadinya baik kayu juga akan dibeli pihak kedua, namun sayangnya kayupun tidak lepas dari amukan alat berat yang meratakan bangunan dan seisinya. Sehingga kondisi sisa bangunan tidak layak pakai,” ungkap Neneng penuh kecewa.

Eksekusi pembongkaran Rumah Makan Mbok Berek hanya di dasari dengan adanya keterlambatan sewa administrasi lahan yang diklaim milik PT. Kereta Api Indonesia. Hal ini dirasa janggal dan cacat hukum,” ujar Neneng.

Media menyoroti adanya kejanggalan eksekusi, dikuatkan dengan peryataan Aldila Yoga Yinogian S.H dan Rizal Arif Marfito kuasa hukum PT. KAI yang mengatakan bahwa sebelum pelaksaan penertiban, pihaknya mendatangi kantor pertanahan dan juga kecamatan untuk menanyakan adanya kepemilikan sah dari tanah tersebut.

Karena baik kantor pertanahan dan kecamatan mengatakan tidak adanya keterangan kepemilikan tanah dan leter c maupun tanah milik adat, maka tanah tersebut diklaim sah milik PT. Kereta Api Indonesia.

Harusnya manakala PT. Kereta Api Indonesia mengaku yakin bahwa tanah tersebut miliknya, kenapa harus mendatangi pihak kantor pertanahan maupun kecamatan.

Padahal tercatat selama kurun waktu 1992 keberadaan Ibu Neneng Setyawati menempati sampai tahun 2019 kenapa pihak PT. Kereta Api Indonesia justru tidak yakin kepemilikan sah atas tanah yang diklaimnya.

Tentu hal ini perlu dicermati secara mendalam agar keadilan dapat terwujudkan sebagaimana mestinya. Kedepannya jangan sampai terjadi korban Neneng – Neneng berikutnya.

Hal yang menguatkan pihak PT. Kereta Api Indonesia juga di rasa tidak relevan, hanya karena pengukuhan kontrak sewa yang disepakati Ibu Neneng Setyawati yang akhirnya justru menjadi penguat klaim tanah tersebut milik PT. Kereta Api Indonesia.

Tentu klaim kepemilikan tanah makin akan dikuatkan, dengan banyaknya pihak yang sudah menyepakati kontrak sewa kepada PT. Kereta Api Indonesia.

Hal ini juga disampaikan kedua pengacara PT. Kereta Api Indonesia disaat diminta keterangan oleh pihak media “bahwa tanah tersebut pengakuan kepemilikan PT. Kereta Api Indonesia juga dibenarkan Ibu Neneng Setyawati, sebagaimana peryataan kedua pengacara PT. KAI disaat diwawancarai pihak media.

Menggaris bawahi peryataan kedua pengacara tersebut, yang menguatkan klaimnya hanya karena Ibu Neneng Setyawati menandatangani kontrak perpanjang sewa kepada PT. Kereta Api Indonesia.

Adapun alasan pertama terlambatnya pembayaran dari pihak Ibu Neneng selaku penyewa justru karena mahalnya kontrak, dan kedua PT. Kereta Api Indonesia juga tidak dapat melihatkan sertifikat hak kepemilikannya. Sehingga saya mencoba memohon kepada pihak pertanahan untuk membuat sertifikat” terang Neneng Setyawati

PT. KAI mengklaim seketika yang sudah sepakat perpanjangan sewa, berarti secara tidak langsung pihak penyewa mengakui kebenaran kepemilikan tanah tersebut milik PT. Kereta Api Indonesia. Tanpa dikuatkan dengan bukti sertifikat, juga letak titik lokasi didalam koordinat yang sah, yaitu 6 meter kekanan dan kiri sesuai kepemilikan sah PT. Kereta Api Indonesia.

Karena pengeksekusian bangunan Rumah Makan Mbok Berek telah menyalahi aturan seharusnya kalau dieksekusi lahannya jarak ke rel kereta api minimal 6 sampai dengan 9 meter.

“Tapi kenapa Rumah Makan Mbok Berek yang jaraknya jauh dari rel kereta api dan lebih dari titik koordinat malah diklaim milik PT KAI, yang mengakibatkan eksekusi inikan menyalahi aturan dan gak adil,” Pungkas Neneng mempertanyakan pertanggung jawaban pihak pengeksekusi.

Artinya jelas karena diluar wilayah sah PT. Kereta Api Indonesia, berarti tanah tersebut bukan milik PT. Kereta Api Indonesia. Melainkan punya saya yang sudah menempati lebih dari 20 tahun,” tegas Neneng.

Media melihat tidak menutup kemungkinan adanya tata kelola manajemen PT. Kereta Api Indonesia Daop IV Semarang yang tidak sesuai dengan ketetapan kebijakan pihak Direksi pusat.

Menyikapi hal ini, diharapkan kepada semua pihak, baik PT. Kereta Api Indonesia Daop IV Semarang dan Direksi PT. Kereta Api Indonesia pusat harus memberikan keterangan jelas dan gamblang mengenai permasalahan ini. Agar tidak ada oknum – oknum yang akan mencoret citra manajemen PT. Kereta Api Indonesia sendiri.

Di harapkan kepada Bapak Joko Widodo Presiden Republik Indonesia, Bapak Ganjar Pranowo Gubernur Jawa Tengah dan Bapak Erik Tohir Menteri BUMN, yang kami hormati dan banggakan agar bisa peduli membantu kami masyarakat kecil, harus kemana mengadu kalau bukan kepada Bapak Presiden dan jajarannya,”terang Neneng Setyawati.

 

“Agar kami selaku korban yang sudah menempati lebih 20 tahun sejak tahun 1992 hingga 2019, namun tepatnya pada tanggal 2 Desember kenapa juga kami dieksekusi, padahal tanah kami diluar titik koordinat kepemilikan PT. Kereta Api Indonesia dan awalnya tanah, juga kami beli,”ungkap Neneng Setyawati.

Kami disini minta perlindungan dan keadilan kepada Bapak Joko Widodo Presiden Republik Indonesia, Bapak Ganjar Pranowo Gubernur Jawa Tengah, dan Bapak Erik Tohir Menteri BUMN semoga Bapak berkenan melindungi kami masyarakat dibawah yang mengharapkan perlindungan dan keadilan seadil – adilnya,”harap Neneng agar beliau – beliau berkenan membantu masyarakat dibawah yang tertindas dan kerap menerima intimidasi dari oknum eksternal dan internal PT. KAI sebelum adanya proses eksekusi.

Mengacu kepada Keputusan Presiden RI Nomor 16 Tahun 1994, dan peraturan perundangan lainnya mengenai kekayaan negara, dan diperkuat dengan Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1979 pasal 8 yang menegaskan bahwa semua tanah BUMN adalah tanah negara.

Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 yang menurutnya masyarakat yang sudah menempati wilayah lebih dari 20 tahun bisa mengajukan sertifikasi kepada BPN. Padahal sudah ada regulasi yang mengatur tentang pendaftaran tanah tersebut.
(S.Ari)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.