Khaul Pertapan Raden Sulamjono Putra Tumenggung Bahurekso Sebagai Bentuk Nguri – uri Sejarah dan Budaya

Batang1481 Dilihat

Batang, medianasional.id Kegiatan tahunan di dukuh Banyuwerno desa Wates, Kecamatan Wonotunggal, Kabupaten Batang melaksanakan Khaul tahunan Raden Sulamjono dan Tumenggung Bahurekso dengan berbagai kegiatan, dimulai sore hari tepatnya hari Sabtu tanggal 17 Nopember di lokasi bolodewo dengan acara nyadran yang dipimpin oleh Ustad Abdul Kholiq tokoh agama setempat dan dilanjutkan pada malam hari tepatnya Minggu malam tanggal 18 Nopember di area Pertapaan Raden Sulamjono dan Tumenggung Bahurekso dengan acara doa bersama yang dipimpin oleh Kiyai Slamet Sanusi dari Ujungbiru Desa Brayo, Kecamatan Wonotunggal berjalan dengan penuh hikmat, walau cuaca pada sorenya sebelum acara dimulai kondisi langit mendung namun berkat kehendak Allah SWT Alhamdulilah hujanpun tidak turun.”Kata Ustad Abdul Kholiq Tokoh
Agama Dukuh Banyuwerno. Selasa, 20/11/18.

Lanjut Ustad Abdul Kholiq (42) selaku tokoh agama setempat mengatakan kegiatan ini sebagai bentuk nguri – uri sejarah dan budaya lokal kampung kami.”ucapnya.

” ia berterima kasih atas
kepedulian dan partisipasi masyarakat setempat yang begitu besar sehingga pembukaan acara khoul Pertapan Raden Sulamjono dan Tumenggung Bahurekso pada tanggal 17 sampai dengan 18 Nopember 2018 dalam penanggalan Jawa 11 Maulud berjalan dengan lancar.” Tuturnya.

Acara khoul tahun – tahun sebelumnya di malam harinya tepatnya pada penutupan acara di ramaikan pegelaran wayang golek oleh Ki Dalang Wahyudin dari desa Wates dengan judul Raden Sulamjono Luru Bopo (mencari ayah) (Bahurekso) namun terhitung tahun 2015 hingga 2018 penyelenggaraan wayang sudah tidak ada tutur Waidun (48) tahun selaku panitia, dan harapan masyarakat mudah – mudahan khoul mendatang pagelaran wayang dapat terselenggara seperti dulu.”Jelasnya.

Dilanjutkan Ustad Abdul Kholiq Namun demikian penyelenggaraannya tetap berjalan walaupun tidak seramai dan semeriah disaat adanya wayang golek, doa kita kedepannya pegelaran wayang golek bisa aktif kembali agar pengunjung makin banyak .”ucapnya

” Dalam kegiatan khoul tahunan ini dan tahun – tahun sebelumnya masih sama dimana setiap satu keluarga atau perrumah masyarakat Banyuwerno kami minta keikhlasannya dengan membawa satu penampan nasi dan lauk pauk sebagai bentuk syukur bersama dan selanjutnya acara penutupan pada malam hari dan siang hari kita tutup dengan acara makan bersama, biasanya satu penampan dimakan bersama 3 – 4 orang bahkan bisa lebih, hal ini sebagai bentuk rasa syukur dan untuk mempererat tali silaturahmi antar warga pedukuhan Banyuwerno, dan adapun warga luar yang hadir pada acara Khaulpun kami akan justru terima kasih apabila berkenan makan bersama warga sekitar guna menambah seduluran.”Tutur Ustad Abdul Kholiq.

Kegiatan pada malam pertama yaitu doa bersama dipimpin Ustad Bunawan dari Desa Wates dan acara selanjutnya di teruskan dengan pengajian oleh KH. Solikhin dari Reban, Batang, dan dalam acara Khoul ini beliau menyampaikan bahwa khoul ini sebagai bentuk rasa syukur atas perjuangan Raden Sulamjono dan Pangeran Bahurekso karena berkat para pendahulu kita ada saat ini.”katanya.

Sementara itu kepala desa Wates Mulyono disaat ditemui dirumahnya menjelaskan kepada wartawan media nasional, memberikan penjelasan terkait pelaksanaan khoul Pertapan Raden Sulamjono dan Tumenggung Bahurekso bahwa Pemerintah Desa Wates sangat mendukung dan mengapresiasi penyelenggara Khaul yang sudah berlangsung, dimana dukungan kami dalam bentuk bantuan pendanaan guna meringankan beban panitia penyelenggara dan adapun terkait akses jalan yang saat ini sudah dibuat warga dengan kondisi tatanan batu insya Allah di tahun 2019 akan kami aspal tujuannya untuk memudahkan para pengunjung pada hari – hari biasa ataupun pada kegiatan penyelenggaraan khoul tahunan agar lebih mudah, karena Pertapan Raden Sulamjono dan Tumenggung Bahurekso memiliki sejarah yang besar dan dapat dijadikan salah satu tujuan wisata religi di Desa Wates Kecamatan Wonotunggal.” Tuturnya.

Raden Sulamjono lahir dan besar di desa Banyuwerno beliau putra pendiri Kabupaten Batang, Pekalongan dan Kabupaten Kendal menurutnya dengan penuh harapan agar pemerintah kabupaten bisa hadir dikegiatan Khaul tahun mendatang karena bagaimanapun beliau adalah putra Bahurekso yang berjasa di Batang, Pekalongan dan Kendal, tentu harapan besar kami mewakili masyarakat setempat agar Bapak Bupati Wihaji bisa hadir untuk kegiatan khoul mendatang, syukur syukur juga Bupati Pekalongan, Walikota Pekalongan dan Bupati Kendal bisa ikut hadir.”Tutur Wahyudin dalang wayang golek dan sekaligus Budayawan Batang.

Kabupaten Batang memiliki tokoh yang luar biasa kala era Mataram yaitu Raden Sulamjono Putra Tumenggung Bahurekso dan Dewi Rantamsari Putri Kalisalak, jasa – jasa beliau tidak bisa di abaikan dalam sejarah Batang, Pekalongan dan Kendal hal itu sangat baik apabila Khaul Raden Sulamjono dan Tumenggung Bahurekso bisa menjadi wacana Agenda Pemerintah Kabupaten Batang, Pekalongan, dan Kabupaten Kendal, adapun terkhusus Pemerintah Kabupaten Batang dapat mengisi HUT Batang dengan pementasan pegelaran wayang golek dengan mengejawantahkan lakon Raden Sulamjono Putra Bahurekso Luru Bopo ( Raden Sulamjono Putra Bahurekso mencari ayah) sebagaimana pentas wayang yang kerap dilakonkan di kegiatan Khaul Raden Sulamjono dan Tumenggung Bahurekso ” tuturnya.

” Dan yang perlu masyarakat Batang, Pekalongan dan Kendal ketahui bahwa secara benang merahnya memiliki kesamaan yaitu pendirinya ialah
Temenggung Bahurekso sehingga karena beliau memiliki anak kandung bernama Raden Sulamjono lahir dan besar di pedukuhan Banyuwerno ini, hasil dari pernikahan dengan Dewi Rantamsari Putri Kalisalak Batang sudah sepatutnya beliau (Raden Sulamjono) sebagai keturunan asli (kandung) harus dikenang sepanjang masa sebagai penghormatan atas jasa – jasa ayahanda (Tumenggung Bahurekso).”impiannya.

Catatan sejarah babat Batang juga disebut bahwa Joko Bahu ( Bahurekso) sebelum menikah dengan Dewi Rantamsari juga telah menikah terlebih dulu dengan putri jin bernama Dubrikso Wati dan melahirkan anak bernama Raden Bahu Banteng, artinya Raden Bahu Banteng dan Raden Sulamjono satu ayah beda ibu, yang mana Raden Bahu Banteng Putra dalam wujud goib dan sedangkan Raden Sulamjono putra Bahurekso dalam bentuk wujud manusia berarti keduanya adalah kakak beradik Bahu Banteng adalah Kakak dari Raden Sulamjono.”Kata Ki dalang Wahyudin budayawan Batang yang juga tokoh masyarakat desa Wates.

” Untuk mencari nama Raden Sulamjono sebenarnya bisa kita lihat dengan mengutip babad tanah Kendal dalam catatan sejarah perjuangan Bahurekso memimpin peperangan ke Batavia beliau didampingi putranya yang bernama Raden Sulamjono (sumber dari babat tanah Batang ).”ucap Ki dalang Wahyudin.

Adapun impian masyarakat desa Banyuwerno agar lokasi pertapan sekaligus petilasan Raden Sulamjono dan Tumenggung Bahurekso bisa diperluas karena setiap tahunnya penyelenggara Khaul ya ramai pengunjung, harapan besar masyarakat agar Pemkab Batang melalui Pemerintah Desa Wates bisa ikut terlibat dalam pengelolaan wisata religi.”Ujar Waidun warga setempat.

Menurut Ramadi (65) sebagai pesapon dan juga yang menghibahkan sebagian lahan tanah lokasi Pertapan Tumenggung Bahurekso dan Raden Sulamjono menjelaskan ke wartawan media nasional bahwa mata air yang ada di bawah pohon ini namanya belek toksari, bagi saya hanya Allah SWT yang mengetahuinya, ada sebagian orang yang datang ngalap berkah dengan cara mandi maupun berwudhu tentu kabulnya atau tidaknya hajat semua atas seijin Allah SWT karena ini hanya ikhtiar saja.” ucapnya

Dilokasi ini juga ada tempat yang di beri nama Paseban Agung, diyakini tempat pertemuan dan berkumpulnya Bahurekso dengan Istrinya Dewi Rantamsari dan bersama Ki Ageng Cempalok dan para tokoh agama kala itu.”kata Waidun

Lanjutnya, Waidun juga menambahkan bahwa disini juga ada Batu mirip dengan kursi dan masyarakat sini dari dulunya sudah menyebut dengan nama batu kursi yang diyakini sebagai tempat duduk Dewi Rantamsari sekaligus pertapan Bahurekso.”tutur Waidun menuturkan sebagaimana yang disampaikan almarhum daem dan dasren sesepuh dukuh Banyuwerno.

Adapun kegiatan kegiatan rutin yang kerap dilaksanakan oleh warga sekitar diantaranya ngaji rutin yang dilaksanakan ibu – ibu setiap seloso Kliwon setelah ba’da ashar, dan ngaji rutin juga dilakukan di setiap rebo manis oleh bapak – bapak setelah ba’da isya.”tutur ustad Abdul Kholiq tokoh ulama setempat

” Tambahnya, disini juga ada sebuah mata air dilegukan batu yang lokasinya dipenuhi bebatuan namun setiap musim kemarau panjangpun alhamdulilah jarang sat (kering), dan sebagian masyarakat yang datang ada yang ngalap berkah dengan cara mengambil air di bawa pulang, langsung menggunakan berwudhu dan ada juga yang hanya membasuh muka tentu dengan tujuan dan keyakinan masing – masing sebagai bentuk ikhtiar semua kembali atas ijin dan ridho Allah SWT.” Tuturnya.

Lanjutnya menjelaskan bahwa disini juga ada Pertapan Tumenggung Bahurekso ayah daripada Raden Sulamjono yang diyakini masyarakat bahwa dulu sebagai tempat sholat dan berzikir nya Bahurekso.”jelasnya.

Kontributor : Sukirno
Editor : Puji_Leksono

Tinggalkan Balasan ke Anik IndrionoBatalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

1 komentar

  1. Informatif sekali, saya jadi tau sejarah PeKalongan, batang dan Kendal
    Raden Bahurekso apa benar makamnya di kab. Tegal