Ganjar Pranowo, SH.MIP Mengupayakan UPM Yang Layak Sebagai Perimbangan, Pemerataan Kesejahteraan Daerah se Jawa Tengah

Semarang57 Dilihat

Semarang, medianasional.id Pemerintah Provinsi Jawa Tengah tidak akan menggunakan standar Upah Minimum Provinsi (UMP) dalam penetapan upah buruh tahun 2019 mendatang.

“Hal itu disampaikan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, SH.MIP usai berdiskusi dengan Ketua DPRD Jawa Tengah, Rukma Setyabudi di kantor DPRD Jateng, Selasa (30/10/18).

“Saya bertemu Ketua DPRD ini dalam rangka konsultasi terkait UMP dan UMK. Untuk UMP akan kami umumkan pada 1 November nanti, sementara UMK masih menunggu dari Kabupaten/Kota masuk pada 5 November dan akan kami umumkan pada 21 November,” kata Ganjar.

Lanjutnya, Terkait penetapan UMP tahun 2018, Ganjar menegaskan akan menggunakan formula PP nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan. Menurutnya itu adalah kewajiban yang harus dijalankan. Pungkasnya

“Namun berdasarkan Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan, Pemerintah Provinsi dapat menggunakan formulasi UMK.

“Dalam kebiasaan di Jateng ini kita menggunakan UMK terus menerus. Meski UMP kami tetapkan, namun itu hanya untuk memenuhi ketentuan regulasi saja, karena kalau menggunakan UMP akan berdampak kepada kesenjangan yang sangat tinggi,” tegasnya.

Pelaksanaan penggunaan formulasi UMK lanjut Ganjar merupakan jalan tengah untuk menghindari ketimpangan upah antar daerah. Dirinya mencontohkan, jika hanya menggunakan UMP, maka akan terjadi ketimpangan antara Kota Semarang dan Banjarnegara.

“Kalau angkanya segitu (UMP), njeglek mas, nanti tidak adil. Contoh Semarang dengan Banjarnegara, itu angkanya jauh sekali,” tegasnya.

Penggunaan mekanisme UMK lanjut mantan anggota DPR RI ini dinilai lebih bijaksana, karena mendekati daerah masing-masing. Meskipun dalam penggunaan UMK itu, masih ada satu daerah di Jateng yang belum 100 persen memenuhi Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

“Ada satu daerah yakni Batang yang belum 100 persen KHL. Di Batang masih kurang sedikit, tidak ada satu persen. Sedang kami dorong terus, kalau Batang selesai, maka utang kita lunas. Semuanya sudah sesuai dengan KHL,” terangnya.

Untuk itu, pihaknya masih menunggu usulan dan rekomendasi dari masing-masing Kabupaten/Kota di Jawa Tengah terkait besaran UMK.

Meskipun sudah ada PP 78 tahun 2015 dengan inflasi dan pertumbuhan ekonomi, namun fakta di lapangan menurut dia ada hitung-hitungan yang tidak selalu 100 persen dengan formula PP tersebut.

“Ada formulanya sendiri, di beberapa daerah bahkan sudah sepakat kami akan menggunakan sekian persen, tripartit sudah sepakat,” ucapnya.

Disinggung apakah dengan formula itu kenaikan lebih dari 8,03 persen seperti yang ditetapkan pemerintah, Ganjar membenarkan.

“Intinya meskipun standarnya formula PP, namun ada formulanya sendiri. Nanti UMK nya ada yang di atas 8,03 persen, tapi tidak jauh berbeda presentasenya, tipis-tipis lah,” pungkasnya.

Sementara itu, Ketua DPRD Jateng, Rukma Setyabudi mengatakan jika persoalan PP 78 dalam penetapan UMP merupakan hal yang mutlak dan harus dilaksanakan.

“Kalau soal UMP, sepertinya tidak bisa apa-apa, itu sudah aturan baku. Hanya bisa pakai kebijakan kita terkait UMK, jadi bisa disesuaikan dengan kondisi regional masing-masing daerah,” ucapnya.

Dirinya berharap persoalan upah di Jawa Tengah dapat diselesaikan dengan musyawarah untuk mencari yang terbaik.
“Saya berharap, persoalan upah ini mengutamakan agar buruh bisa meningkatkan kesejahteraan, di lain sisi pengusaha juga tetap berjalan normal. Semuanya harus dipertimbangkan,” tutupnya.

Editor : Puji_Leksono

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.