Editorial : Informasi Alternatif dan Efek Jurnalisme

Artikel129 Dilihat

Ketika semua aktifitas kehidupan kita belakangan ini dipenuhi kata-kata ajaib globalisasi, tiba-tiba saja kita disudutkan oleh kenyataan lain yang tak kalah ajaibnya. Yakni, munculnya efek jurnalisme, yang lantas mengakibatkan kehidupan kita dengan amat luar biasa. Hasilnya, mau tidak mau kitapun seolah-olah kebingungan dalam mencari makna sejati globalisasi.

Boleh dikatakan efek itu aneh tapi nyata. Pasalnya, ia membuat hidup kita sangat ketergantungan informasi media massa. Tak percaya? Coba kita ingat, mengapa kita ngotot ingin mengganti handphone jadul kita, setelah kita membaca iklan produk smartphone terbaru di media massa yang lebih murah serta mempunyai spesifikasi yang lebih unggul dibandingkan handphone lama kita.

Renungilah pula, betapa geramnya kita melihat konflik ataupun isu-isu yang melanda negara tercinta kita ini, yang selama itu dapat kita simak melalui media. Semua itu adalah dampak dari efek jurnalisme. Dalam konteks ini, jangan lupa pula  dengan kasus korupsi gila-gilaan yang dilakukan oleh pemerintah daerah beberapa bulan silam. Ataupun yang terbaru yaitu kasus korupsi massal yang dilakukan oleh 41 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Malang yang diekspos media massa, yang lantas membuat kita ingin muntah.

Efek jurnalisme juga merasuki pribadi kita. Peristiwa kriminal misalnya, langsung bisa kita tonton di kamar sambil tidur memakai celana. Begitu pula, sembari membuang hajat di kloset, kita pun bisa membaca berita koran mengenai kenaikan nilai tukar rupiah yang nyaris menyentuh Rp.15.000,- serta imbasnya bagi perekonomian di Indonesia.

Yang jelas efek jurnalisme yang ditimbulkan dari pemberitaan media massa ternyata mampu mendongkrak jumlah stres: manusia-manusia “korban berita” yang senantiasa dipenuhi rasa cemas, gelisah, takut dan amarah.

Menyikapi hal ini, mau tidak mau kita juga harus merenungi makna reformasi dan kebebasan. Pasalnya, kedua istilah ini sudah menjadi semacam visi duniawi dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini akan semakin terasa, ketika kita menyadari bahwa reformasi dan kebabasan tersebut dimaknai oleh media massa sebagai pembeberan informasi secara telanjang. Artinya, berkat perkembangan dahsyat teknologi komunikasi oleh media massa, ruang-ruang pribadi kita secepatnya dijadikan dan sekaligus dilebur kedalam ruang-ruang publik.

Dalam penegasan lain, media massa memanfaatkan ruang-ruang pribadi sebagai alat komoditas. Padahal ruang-ruang pribadi biasnya dipenuhi nilai-nilai luhur yang dianggap sakral atau bahkan tabu dipertontonkan di muka umum. Dampaknya, sebagaimana dikatakan para motivator, dunia hanyalah segenggam tangan.

Sebagai contoh, perhatikanlah siaran televisi, lalu simaklah acara gosip atau reality show yang dikemas dalam nuansa hiburan. Disitu dengan bebasnya kita bisa “memasuki” kamar tidur para artis sambil melihat koleksi sepatu atau koleksi pakaian dalamnya. Simak pula pemberitaan tentang perang yang berkobar-kobar di Palestina, yang begitu memakan banyak korban jiwa. Perang yang sedang terjadi itu, dan secara pribadi membuat individu menderita, pada saat yang bersamaan disaksikan di kamar tidur secara langsung. Implikasinya, kita bisa melihat korban yang terluka parah sambil melahap beberapa hidangan makanan. Atau kita juga bisa menangisi masyarakat miskin yang hidupnya melarat dan kesusahan di berbagai pelosok nusantara, sambil menikmati segelas capucino di kamar hotel berbintang lima sambil ditemani gadis cantik.

Lalu bagaimana kita memahami hal ini? Hasilnya adalah kita harus berperan pula sebagai jurnalis. Artinya kita harus berani menyampaikan pikiran, opini, atau pandangan kita melalui tulisan dalam bentuk artikel di media massa cetak maupun online. Pilihan terhadap bentuk artikel tentu saja bertalian erat dengan sifat komunikasi massa itu sendiri yang jangkauannya kepada khalak luas memang tak terbatas. Dengan begitu, diharapkan artikel kita akan menjadi infomasi tandingan dan sekaligus menjadi informasi alternatif bagi pembaca. Atau dalam arti lain artikel kita akan memunculkan efek jurnalisme tersendiri, yang mampu membuat pembacanya tercerahkan. Hemat saya, hal ini amat penting digaris bawahi, mengingat efek jurnalisme merupakan sesuatu yang wajar dalam kehidupan global dewasa ini. Itulah sebabnya  dalam rangka mengantisipasi efek jurnalisme, tidak ada salahnya kita piawai pula dalam menulis artikel untuk surat kabar.

Oleh: Ahmad Hasyim Fauzan
Kader Lembaga Pers Mahasiswa Islam (LAPMI) HMI Cabang Tegal

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.