DIKJAR Bisu Soal PLT SMAN 23 HALSEL, Akademisi : Ini Bukti Buruk Pemerintahan AGK

Maluku Utara78 Dilihat
Akademisi STIKIP KIE RAHA Yusri A Boko

Ternate, medianasional.id – Akademisi STKIP Kie Raha sekaligus Kabid Pengembangan Pendidikan dan SDM LSM LISAN INSTITUT Yusri A Boko saat dikonfirmasi terkait pengangkatan PLT SMAN 23 Halsel yang sejauh ini tidak ditanggapi oleh Kadikjar Provinisi Maluku Utara. Menurut Yusri, ini bukti buruknya birokrasi Pemerintahan bidang pendidikan di Provinsi Maluku Utara, kalau pak Gubernur Maluku Utara, Gani Kasuba tidak tegas maka bawahannya mungkin tidak berulah seperti ini.

“Masa Dikjar Pendidikan Provinsi tidak mengindahkan seruan aktivis, pemerhati pendidikan yang mengiginkan agar pendidikan di Malut ini steril dari segala macam tendensus kebijakan yang sifatnya Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Kasus pengangkatan PLT Asmar Lajiu sebagai Kepsek SMA Negeri 23 Halsel dengan Surat Tugas Nomor: 800/727/DISDIKBUD-MU/2019 bisa dibilang begitu, karena Kadikjar tidak kooperatif dihadapan publik,” Tegasnya kepada media ini, Senin (11/12/2019).

Pihaknya juga berpikir bahwa Gubernur Malut tidak serius dalam membangun pendidikan di Malut, sekaligus kesalahan beliau dalam pengangkatan PLT Kadikjar. Maka, kemungkinan kedepan juga Kepsek se-kabupaten/kota pun pasti PLT. Di tahun 2018 kasus pemotongan uang Program Indonesia Pintar (PIP) oleh Kepsek SMA Negeri 9 Kota Ternate, masalah ini diserukan ke media dengan harapan Kepsek dipanggil dan dimintai keterangan namun sampai Kepsek melakukan tandatangan diatas materai untuk pengembalian uang pemotongan, Dikjar tak pernah memanggil yang bersangkutan. Waktu itu Kadikjarnya bapak Imran Yakub yang kemudian diindikasikan mengembangbiakan anggaran Bantuan Operasional Sekolah (BOS) melalui rekening di Bank. Hari ini masyarakat Maluku Utara menginginkan Kadikjar yang benar-benar peduli dengan pendidikan di Malut. Hal itu justru terbalik karena harapan itu dibalas dengan kebijakan kontra prosedur melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN maupun Peraturan Gubernur Maluku Utara Nomor 37 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku Utara, dan ketiga Usulan dari Kepala Cabang Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Halmahera Selatan Nomor 4203/204/2019.

Dasar hukum untuk pengangkatan diatas kabur karena tidak menjelaskan soal baik buruknya Kepsek demisioner atau karena kebutuhan maupun promosi. Harusnya Dikjar mampu menjelaskan itu, misalnya leadership dan manajerial sekolah yang tidak bagus sehingga iklim atau budaya sekolah tidak terjaga. Saya sarankan agar Gubernur tidak serta merta mengangkat PLT Dikjar tanpa melihat pengalaman organisasinya khususnya organisasi sekolah atau akademisi dengan kualifikasi sarjana pendidikan. Jika tidak maka siapa saja yang menjadi Kadikjar yang dia tahu hanya mengeluarkan kebijakan tetapi tidak mempertimbangkan UU yang lain pula. Atau UU yang Ia pakai untuk mengangkat orang lain justru bertabrakan dengan UU itu sendiri. Misalnya UU ASN diatas pada Bab VI tentang Hak dan Kewajiban, pasal 21 PNS berhak memperoleh, dalam poin a) gaji, tunjangan, dan fasilitas, cuti.

“PLT juga kalau disandarkan dengan UU ASN maka beliau juga bermasalah dan itu dibenarkan oleh Kepsek SMA Negeri 13 Halmahera Selatan karena Asmar Lajiu juga tidak masuk-masuk mengajar, menghilang kemudian muncul sebagai Kepsek SMA Negeri 23 Halsel. Mungkin Dikjar menggunakan instrumen pengangkatan dengan menggunakan instrumen kegoiban bukan karena uji kepatutan dll,” akui Yus.

Ia juga menuturkan, apabila pengangkatan PLT juga menggunakan Peraturan Gubernur Maluku Utara Nomor 37 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku Utara, maka harus juga melihat aspek lain yang merugikan sekolah sebagai satuan pendidikan.

“Pertimbangannya adalah Dikjar harus melihat soal kekurangan guru di sekolah, fasilitas sekolah maupun aspek psikologis organisasi sekolah. Bayangkan kalau orang diberhentikan dari jabatan tanpa sebab dan menganggkat orang lain di luar dari sekolah bersangkutan dengan jenis satuan yang berbeda, apakah secara psikis tidak terganggu? Yang jelas terganggu, karena budaya organisasi sekolah akan tidak sehat.

Kalau dipikir-pikir Dikjar masih memiliki banyak Pekerjaan Rumah (PR) paska Imran Yakub alias AGK Jilid 1. Misalnya, pemerataan guru, profesionalisme guru, kekurangan guru di SMA/MA/SMK dimasing-masing kabupaten/kota, Bimtek untuk pengembangan karier dan pemberian reward pada guru. Harusnya pak Gub mengangkat orang yang selain paham aturan dia juga paham soal psikologi organisasi sekolah atau institusi pendidikan. Karena kebijakan yang tidak sesuai dengan kenyataan akan berdampak pada proses belajar mengajar (rusaknya kurikulum) sekolah. Memang ada kewajiban Pemerintah Provinsi sesuai UU Nomor 14 Tahun 2015. Pasal 24, ayat 2: “Pemerintah Provinsi wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan pendidikan menengah dan pendidikan khusus sesuai dengan kewenangan”. Bukan dengan kemauan sendiri.

Lewat komentar ini, tentunya publik menaruh harapan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPR) Prov Malut yang membidangi komisi pendidikan agar memanggil Kadikjar guna diminta keterangan. Karena dalam Surat Tugas untuk pengangkatan PLT ditandatangani oleh Kadikjar sedangkan Kabid SMA Dikjar waktu dikonfirmasi, beliau menjawab tidak tauh-menau, padahal ini tupoksinya. Oleh karena itu, DPRD Provinsi yang baru dilantik harus secepatnya memangil pihak terkait untuk diminta klarifikasi, tutup Dosen STKIP Kie Raha.(*).

Safrin

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.