Aksi Protes Tambang di Pidana “Ada Apa”

Uncategorized186 Dilihat
Muhammad Risman
Aktivis Lingkar Tambang

Pada hari Sabtu tanggal 18 April 2020 kemarin. Seperti biasa membuka media sosial (medsos) untuk mengetahui perkembangan kabar. Kebijakan pemerintah kepada masyarakat agar dapat mematuhi petunjuk diantaranya berdiam diri dirumah “stay at home” untuk pencegahan penyebaran Corona Virus Desease (Covid-19). Maka perkembangan lebih banyak terpantau melalui medsos; Facebook (fb), Twitter dan lain sebagainya.

Pada saat membuka fb tiba-tiba melihat postingan saudaraku Amrul (Aktivis HMI Cabang Bacan) kalau dia dipanggil oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Maluku Utara resor Halmahera Selatan sebagai saksi dalam perkara dengan tindak pidana menganggu ketertiban umum atau memprovokasi masyarakat di desa Kawasi kecamatan Obi Kabupaten Halmahera Selatan sebagaimana rumusan pasal 160 sub pasal 216 KUH Pidana (begitu isi surat panggilan) tertanggal 17 april 2020. Bukan hanya Amrul tetapi saudariku, perempuan hebat yang tidak pantang menyerah. Dia, Yulia (Aktivis GMKI Ternate) juga mendapatkan surat pemanggilan sama dengan Amrul.

Ada apa ini, para aktivis selalu menjadi korban. Mereka berjuang bukan atasnama pribadi apalagi membawa kepentingan sekolompok. Bukankah mereka harus dilindungi, Sebagaimana negara memiliki kewajiban melindungi warganya (Pasal 28 UUD 1945).

Aksi protes di site Kawasi daerah perusahaan diakibatkan atas kehadiran WNA China. Tetapi mungkin karena mereka akan bekerja pada perusahaan tambang milik negara asalnya maka seakan didukung oleh seluruh stakeholder pemerintah?

Kalaupun mereka itu, kemudian akan menjadi Tenaga Kerja Asing (TKA) di perusahaan tambang pulau Obi maka dipastikan mereka telah melanggar Undang-Undang No 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan melanggar Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) No 11/2020 tentang Pelarangan Sementara Orang Asing Masuk Wilayah Negara Republik Indonesia (RI). Harusnya 46 WN itu yang dipanggil oleh penegak hukum dan menurutku mereka tepat disangka dalam perkara dengan tindak pidana menggaggu ketertiban umum karena masuk menyebabkan keributan bukan Warga Negara Indonesia (WNI) hanya menuntut atas keresahan.

Apalagi saat ini negara dalam situasi menghadapi pencegahan wabah Covid-19. Virus mematikan yang sudah menyebar masuk dihampir semua wilayah Indonesia termasuk Maluku Utara. Sementara wabah Covid-19 pertama kali diketahui terjadi di Wuhan, China. Hal itulah mengkhwatirkan seluruh masyarakat karena kehadiran 46 WN asal China untuk bekerja di perusahaan tambang nikel pulau Obi, Halmahera selatan diduga bermasalah sehingga terjadilah aksi protes masyarakat diwakili dari berbagai lapisan organisasi pemuda/mahasiswa.

Jika pemerintah daerah setempat dapat menjawab dengan baik atas polemik 46 WNA China, mungkin tidak akan terjadi aksi demonstrasi langsung di site Kawasi tetapi karena pemerintah dianggab tidak mampu memberikan keterangan pasti maka terjadi aksi demonstrasi. Itu respon publik.

Sangat miris, Jika benar dugaan pemerintah, penegak hukum telah bekerjasama untuk membela korporasi asing maka apa jadilnya negara ini. Pancasila dan UUD 1945…? Kita ketahui bersama bahwa Republik Indonesia merdeka atas penjajahan dari tangan para leluhur dengan tangan kosong, paling tinggi menggunakan bambu runcing sebagai senjata perlawanan. Lebih baik mati daripada dijajah.

Begitu semangat para leluhur bekerjasama untuk mencapai kemerdekaan. Kemudian saat ini kita saling membunuh? Benar kata bijak Bung Karno “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri”. Sungguh mulia pemikiran beliau sang proklamator untuk mengingatkan kepada kita sebagai pewaris bangsa.

Apa yang terjadi kepada Saudaraku Amrul dan Saudariku Yulia pernah terjadi kepada pribadi Saya, dengan tuntutan yang sama dan ada yang lain juga diperkarakan lagi oleh pihak perusahaan tambang meskipun benar apa yang dituntut. Maka meminta dengan hormat kepada para petinggi di Republik ini agar bersikap peduli terhadap suara jeritan masyarakat khususnya dilingkar tambang serta kepada para aktivis karena kami bukan musuh Negara.

Sebagai pewaris bangsa tidak ada niat untuk menganggu ketertiban umum apalagi sampai memprovokasi dan mengacaukan karena sadar bahwa negara Indonesia dimerdekakan oleh para leluhur untuk kehidupan para pewaris bangsa agar mandiri, sejahterah atas kekayaan bumi nusantara Indonesia.

Kami juga bangga setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, memiliki institusi namanya Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dibentuk pada tanggal 1 Juli 1946 yang mengemban tugas-tugas yaitu memelihara keamanan/ ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman, serta pelayanan kepada masyarakat.

Oleh karena itu, besar harapanku kepada pihak Kepolisian sebagai penegak hukum lebih mengedepankan langkah persuasif jika berhadapan dengan rakyat/warga negara sendiri. Tulisan ini. Kalau mau jujur dengan rasa sedih ku tulis. Kenapa? karena berhadapan atau dipermasalahkan dengan hukum pernah kurasakan saat di Ternate tahun 2018 dengan gerakan Barisan Pemuda Pelopor (BAPPOR) Pulau Obi. Salah satu menjadi tuntutan adalah keterbukaan data TKA yang masuk bekerja diperusahan tambang pulau Obi.

Dengan melihat postingan di fb dari saudaraku Amrul mengingatkan kembali pentingnya rasa persaudaraan, rasa kebersamaan dan rasa kebangsaaan bahwa masalah itu bukan masalah kecil tetapi masalah bangsa. Pemerintah bersama aparat hukum harus melihat permasalahan ini dengan baik atas nama Pancasila, UUD 1945 dan untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Secara pribadi, Saya prihatin atas adanya surat pemanggilan dari Kepolisian yang ditujukkan kepada saudaraku Amrul dan Saudariku Yulia dan meminta kepada seluruh pihak untuk memberikan dukungan karena mereka bukan musuh negara tetapi sebagai aktivis yang berjuang untuk kelangsungan hidup masyarakat lingkar tambang. Pulau Obi sangat jelas menjadi incaran para koorporasi atas kekayaan alam namun sangat disanyangkan tidak dibarengi dengan pembangunan layak didaerahnya.

Sementara pengembangan korporasi asing terus menyebarkan sayap-sayap usaha di pulau Obi. TKA terus didatangkan baik secara legal dan ilegal seperti yang sedang dituntut oleh mereka para aktivis pemuda/mahasiswa.

Sangat miris… Sampai kapan kami para aktivis dapat bebas untuk menyuarakan hak-hak masyarakat terutama kepada lingkar tambang. Negara harus hadir. Penegak hukum harus bersama kami para aktivis karena kami bersuara membantu penegak hukum untuk mempertahankan NKRI. Bukankah begitu? Demikian.

Minggu, 19 April 2020.
Ditulis; di Buton, Sulawesi Tenggara.

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.